Jangkrikan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Wonosobo dan merupakan desa ini berada di pinggiran wilayah Wonosobo. Mengutip dari web desa itu sendiri, Jangkrikan dibagi kedalam 20 wilayah administratif perdukuhan dan 3 wilayah administratif dusun, yaitu Dusun Pungangan, Dusun Krajan dan Dusun Polowono.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2020, desa ini memiliki populasi 3.193 dengan pembagian 1.643 berjenis kelamin laki-laki dan 1.550 berjenis kelamin perempuan.
Wilayah ini secara geografi termasuk dalam wilayah yang strategis karena berada di persimpangan wilayah antara Kec. Bruno ( Kab. Purworejo ), Kec. Maron ( Kab. Purworejo ) dan Wonosobo Kota ( Kab. Wonosobo ) dengan titik persimpangan berada di Cawangan. Walaupun wilayah ini berada di luar wilayah geografi Jangkrikan, tetapi berjarak sangat dekat bahkan menjadi jalur utama masyarakat dalam beraktivitas ke wilayah Wonosobo, Magelang dan Purworejo.

Peta Wilayah Desa Jangkrikan
Kemudian, desa ini memiliki beberapa unit usaha desa. Tepatnya ada empat, sesuai kutipan yang penulis dapat dari situs web SiDesa Pemprov Jateng. Unit usaha tersebut yaitu :
- Rest Area
- Persewaan Warung Tempat Usaha
- Tempat Pemancingan
- Layanan Retribusi Jasa Khusus
Empat unit usaha tersebut berkantor di JL. Kepil- Bruno KM. 07 Pungangan RT 001/001, DS. Jangkrikan, Kec. Kepil, Kab. Wonosobo
Dengan wilayah yang cukup luas ( terlampir gambar wilayah dibawah ) desa ini dilewati oleh jalur penting sebagai jalan hubung antara Kab. Purworejo dan Kab. Wonosobo. Selain ada jalan penghubung antar desa yaitu dengan desa Gondowulan, Tegeswetan dan Kepil.
Jalan utama desa ini menghubungkan antara persimpangan Cawangan sampai dengan Ps. Tegalsari ( Bruno ) dilanjutkan sampai dengan Ps. Bruno, Kemiri bahkan sampai dengan Kutoarjo.
Jalan Utama Desa Jangkrikan
Di ujung utara-timur jalan utama desa ini yaitu di persimpangan atau pertigaan Cawangan. Dengan lanskap /penampakan seperti tambak pada gambar. Sangat strategis, seperti pada bahasan awal bahwa persimpangan ini merupakan pertemuan antara Purworejo dan Wonosobo.
Persimpangan / Pertigaan Cawangan
Kemudian di bagian wilayah Purworejo, jalan tersebut sampai pada wilayah ramai yaitu Pasar Tegalsari. Pasar tersebut menjadi tempat bertemunya banyak penduduk yang berada di sekitarnya, bisa dikatakan mobilitas di wilayah ini tidak berhenti terutama di hari-hari pasaran.
Pasaran yaitu hari yang memiliki nama tambahan lain seperti pahing, pon, wage, kliwon dan manis ( legi )
Pasar Tegalsari ( Purworejo )
Di area Pasar Tegalsari ini terdapat jalan yang menghubungkan ke wilayah desa lain yaitu Desa Gading. Bahkan bisa dikatakan arah ke Desa Gading ini hanya memiliki 2 jalur kendaraan ( motor - mobil ) dan keduanya berdekatan dengan area pasar ini.
Di tengah-tengah jalan Cawangan dan Pasar Tegalsari ( Jetis ), terdapat pasar juga. Pasar tersebut berada di wilayah Pungangan. Juga terkenal dengan sebutan Pasar Pungangan. Kedua pasar ini beroperasi dengan pembagian hari pahing - wage untuk kegiatan pasar di Pungangan dan pon - kliwon untuk kegiatan pasar di Tegalsari.
Pasar Pungangan ( Jangkrikan )
Kurang lebih 500 M dari pasar ini juga terdapat area publik yang setiap hari dipastikan ramai, yaitu SMKN 1 Kepil dan fasilitas keagamaan yaitu Pondok Pesantren Roudlotut Muttaqien. Juga terdapat SDN 1 Jangkrikan. Bahkan tidak sampai 100 M dari pasar, terdapat sekolah menengah pertama yaitu SMP PGRI 3 Kepil.
Selain itu dari pasar ini, terdapat jalan yang menghubungkan langsung dengan desa Gondowulan sampai dengan wilayah lain di Kec. Kalibawang. Sehingga juga bisa dikatakan bahwa wilayah ini cukup ramai dengan mobilitas masyarakatnya. Jalan tersebut tidak terputus pada satu titik ke titik lain, jalan dari pasar ini memiliki lingkar mobilitas yang menghubungkan ke wilayah Gawis, Gondowulan kemudian menyambung ke Kantor Kec. Kepil.
Dari Kec. Kepil ini, belok kanan menuju arah Wonosobo Kota dengan melewati Pasar Sapuran, Pasar Kertek, Terminal Mendolo sampai dengan Wonosobo. Sedang belok kiri sampai ke persimpangan / pertigaan Cawangan dengan melewati Pasar Kepil dan SMPN 1 Kepil.
Melihat dari pemaparan tersebut, bisa dikatakan bahwa Desa Jangkrikan merupakan wilayah yang strategis dengan berbagai fasilitas umum yang berada hampir semuanya di sisi kanan maupun kiri jalan utamanya. Ditambah lagi jalan utama desa ini menghubungkan langsung ke Kec. Kutoarjo dimana terdapat stasiun ( Stasiun Kutoarjo ).
Dengan adanya sekolah negeri SMK, SMP/MTs dan beberapa SD yang berada di wilayah jalur ini serta adanya beberapa pasar ada satu hal yang sangat di sayangkan. Di wilayah ini sampai detik ini ( 24 Mei 2024 ), belum ada transportasi umum yang melayani kegiatan mobilitas masyarakatnya. Dengan penduduk desa diatas 3rb orang, layanan transportasi hanya diberikan oleh ojek-ojek pangkalan yang bahkan saat ini tidak jelas keberadaannya dan susah untuk ditemui.
Tidak kalah menyedihkan adalah jalur yang lebih lebar antara Maron ( Purworejo ) - Kepil ( Wonosobo ) yang bertemu di persimpangan Cawangan sampai ke Bruno ( Purworejo ), angkutan yang tersedia yaitu mikro tidak memenuhi kebutuhan mobilitas.
Bus Mikro Menunggu Penumpang di Persimpangan Cawangan
Dari arah Purworejo ke Wonosobo
Menunggu kedatangan bus ini sangatlah lama, bahkan bisa sampai 3 jam apabila bepergian setelah dzuhur. Dan parahnya lagi masyarakan wilayah ini ( bukan hanya Jangkrikan ), seluruh warga Kepil hampir tidak ada fasilitas angkutan umum diatas jam 15.00 WIB bahkan bisa lebih awal kisaran jam 13.30 WIB. Baik mau ke arah Wonosobo Kota ataupun ke arah Purworejo via Maron, apalagi ke Purworejo via Bruno/Kemiri, itu suatu yang mustahil ada walaupun menunggu 24/7.
Disini, secara pribadi saya terkadang menanyakan "Dimanakah peran Pemdes ( Pemerintah Desa ) Jangkrikan dalam menangani masalah ini ?"
Apalagi dengan adanya kebijakan Dana Desa yang telah dimulai sejak era Presiden Joko Widodo memegang kursi presiden RI-1, pada tahun 2015 silam.
Apalagi memang tujuan dari adanya Dana Desa ini lebih kepada peruntukan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan yang disampaikan oleh presiden dalam beberapa waktu.
Memang ada klausul bahwa pemanfaatan Dana Desa di prioritaskan pada 3 hal yaitu :
- Biaya Koordinasi
- Biaya Penanggulangan Kerawanan Masyarakat
- Biaya Kegiatan Khusus Lainnya
Tetapi fasilitas atau insfratruktur untuk kegiatan mobilitas masyarakat juga penting. Entah bagaimana caranya, tidak mesti menggunakan Dana Desa. Pemdes mungkin bisa melakukan koordinasi dengan elemen-elemen terkait guna memenuhi kebutuhan fasilitas umum bagi masyarakatnya atau hal-hal lain.
Seperti moda transportasi TransJateng misalnya, bagaimana Pemdes Jangkrikan mungkin melobi BRTTransJateng (
TransJateng Media Sosial ) yang beralamat di Jl. Siliwangi 355-357 Semarang agar membuka
rute Kutoarjo - Kepil - Salaman via
Jangkrikan atau dari
Maron - Kepil - Kertek - Parakan.
Hal ini tentunya akan sangat mempermudah mobilitas masyarakat Jangkrikan maupun masyarakat desa lain yang dilewati oleh Bus TransJateng ini apabila lobi dari Pemdes Jangkrikan berhasil.
Selain itu, bisa juga melakukan usaha swadaya mengajak warga masyarakat yang memiliki ekonomi lebih menciptakan transportasi model angkot seperti di kota-kota dengan pelayanan di sesuaikan, misalnya di jam pagi 05.30 - 08.00 WIB untuk pelayanan warga pasar - siswa/i bersekolah. Kemudian jam siang, baru nanti jam sore guna menekan biaya operasional.
Dan mungkin bisa juga Pemdes membentuk sebuah unit usaha baru untuk bidang ini, yaitu Angkutan Umum yang melayani rute Cawangan - Tegalsari - Bruno bahkan kalau bisa melayani sampai ke Stasiun Kutoarjo dengan melakukan koordinasi kepada pihak-pihak terkait juga tentunya.
Hal ini, selain akan membuat pemasukan baru dari unit usaha ini juga akan membuat mobilitas warganya lebih baik dan bisa melakukan kegiatan perdagangan, jasa ataupun lainnya dengan cakupan yang lebih luas.
Dan masih banyak tentunya ide-ide yang lebih baik mungkin bisa dikeluarkan oleh Pemdes selaku pemegang kendali atas kebutuhan administratif sebuah desa guna meningkatkan pelayanan terhadap warga masyarakatnya.
Tiga hal diatas merupakan sebuah ide yang muncul di pikiran penulis sebagai warga biasa yang belum memiliki akses lobi, tinjauan ataupun pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh. Tetapi sebagai salah satu warga yang telah merasakan kejenuhan terlalu lama di desa tercinta.
Bukan hanya itu, penulis disini juga melihat potensi-potensi terkait hal-hal yang layak untuk diperhatikan, seperti keberadaan anak sekolah baik yang SMK atau SMP. Akan lebih aman apabila mereka bermobilitas menggunakan kendaraan umum dan bisa lebih tertib. Mengurangi jiwa ugal-ugalan di jalan raya sehingga memiliki kemungkinan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Dengan melihat berbagai faktor lain, mobilitas warga di wilayah ini sangatlah tersendat. Kendaraan yang dimiliki pribadi pun kadang bergantian digunakan. Mungkin bisa ada yang mengatakan tidak tersendat, ya! Itu betul bagi mereka yang sudah memiliki kendaraan pribadi lebih dari 2 atau bahkan memiliki kendaraan roda empat.
Kapan kiranya Pemdes Jangkrikan akan memiliki konsen di ranah ini ? Tentunya solusi terbaik sangat ditunggu oleh saya pribadi dan mungkin warga masyarakat lain yang memiliki keinginan sama, yaitu memiliki fasilitas publik penghubung ke wilayah lain.
Semoga hal ini bisa disadari segera oleh Pemdes Jangkrikan maupun Pemdes di sekitarnya seperti Tegeswetan dan Tegalsari ( Purworejo )
#JayalahIndonesia
#NKRI
#KeadilanSosial
#JayalahPancasila
#Jangkrikan
#DesaJangkrikan
0 Comments