Dalam Bingkai Agama Islam
( Apresiasi Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan )
Ayat pertama yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw adalah Q.S. al-'Alaq 1 - 5 :
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan""Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah""Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah""Yang mengajar manusia dengan perantara kalam (tulis-baca)""Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Ada lima catatan yang perlu mendapatkan perenungan dari lima ayat tersebut.
- Pertama, ayat ini dimulai dengan bentuk fi'il amr, yaitu menbaca bahkan perintah yang sama diulangi pada ayat ketiga. Ini berarti Tuhan benar-benar memerintahkan kepada Muhammad saw yang konsekuensinya kepada umat Islam untuk segara bergerak dan beraksi yaitu mulai membaca, segala pertanda ajaran yang "hidup", dinamis, berkembang dan akan mengembangkan sesuatu.
- Kedua, perintah membaca itu disertai dengan menyebut nama Tuhan yang telah menciptakan semua mahluk dalam jagat raya ini. Hal ini mengingatkan dan menyadarkan kita tentang keagungan Tuhan.
- Ketiga, Tuhan mengabarkan bahwa Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, yang menunjukkan agar kita menyadari jati diri kita yang sesungguhnya hanya berasal dari segumpal darah.
- Keempat, "Kalam" (tulis-baca) disebut sebagai media oleh Tuhan dalam mengajar manusia. Media tulis-baca merupakan media yang visioner, bermasa depan, dan berorientasi pada kemajuan. Apabila tulis baca ini menjadi kecenderungan umat Islam berarti kita menjadi masyarakat yang maju, sebab ciri masyarakat maju adalah masyarakat yang membiasakan membaca dan menulis ( reading writing society ).
- Kelima, materi yang diajarkan kepada manusia itu berupa sesuatu yang tidak diketahuinya, sehingga pengajaran benar-benar berfungsi memberi pengetahuan yang baru ( bersifat informatif dan progresif ).
Nabi bersabda, "Bertafakkur satu saat lebih baik daripada ibadah satu tahun". Ada yang memahami bahwa ibadah itu adalah ibadah sunat. Islam menghargai kegiatan tafakkur itu dengan penghargaan yang tinggi . Kemudian apakah yang dimaksud dengan tafakkur itu ? Secara sederhana tafakkur adalah kegiatan mengerahkan semua tenaga dan pikiran terhadap alam untuk meneliti dan menemukan hukum-hukum Allah swt yang dilakukan pada alam tersebut sebagai bahan konsep bangunan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya Islam menyamakan dirinya dengan ilmu pengetahuan, Islam menjadikan ilmu pengetahuan sebagai syarat ibadah. Islam sangat memuji orang yang tekun dalam mencari ilmu pengetahuan, menjadikan mereka sebagai wali dan sahabat Allah, serta menghargai nilai tintanya di atas nilai darah syuhada'. Nabi pernah menyampaikan "Ada tiga kelompok yang mendapat prioritas pertolongan pada hari kiamat yaitu para Nabi, kemudian para ulama baru para syuhada. Muliakanlah kedudukan itu, ia sebagai penengah antara derajat Nubuwwah dan Syahadah dengan kesaksian Rasulullah". Padahal mati syahid yang jamaknya menjadi syuhada itu sebagai mati yang mendapat kehormatan yang tinggi. Jihad dengan berperang dalam Islam merupakan amal yang sangat besar pahalanya tetapi jihad dengan mendalami ilmu ternyata ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi lagi.
Akal sebagai media atau alat untuk menggali pengetahuan, seperti pengetahuan itu sendiri, mendapatkan perhatian Islam untuk dikembangkan dan difasilitasi . Mahmud Hamdi Zaqzuq mengatakan bahwa Islam sangat mementingkan akal insani, menghilangkan kesulitan-kesulitan sehingga mampu mewujudkan peranannya yang sempurna. Maka Islam menolak taqlid buta serta menghapus khurafat dan angan-angan, menanamkan kemuliaan pada diri orang mukmin dan membebaskannya dari belenggu ketakutan.
Pemderdayaan akal secara terkendali pada wilayah-wilayah pemikiran yang seharusnya dikembangkan akan berfungsi memproduksi ide-ide, pemikiran-pemikiran, konsep-konsep, dan teori-teori yang sangat berguna untuk kehidupan umat manusia bahkan semua mahluk yang diciptakan oleh Tuhan. Semakin sering akan diberdayakan maka semakin terarah, terlatih dan produktif dalam mencetuskan gagasan-gagasan besar mewujudkan impian-impiannya.
Persoalannya kemudian, bagaimana fungsi akal itu diberdayakan secara maksimal dengan tetap dikendalikan agar tidak tersesat. Sebab peberdayaan akal secara liar seperti yang terdapat pada rasionalisme telah melahirkan kecenderungan baru yang "mendewakan akal" itu sendiri dan sebaliknya menjauhi Tuhan sebagaimana terjadi pada beberapa ilmuwan Barat seperti Mark, Nietzsche, Lenin, Engel, dan Darwin yang akhirnya tidak mau lagi mempercayai Tuhan.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam, se-liberal apapun, penggunaan akal sebebas sekalipun maksimal hanya mengakibatkan muculnya Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria al-Razi dan Ibn Rawandi.
Pada dasarnya, kerja akal diarahkan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia. Melalui ilmu, kehidupan manusia bertambah nyaman dan bahagia, berbagai kesulitan dapat diatasi dengan mudah.
Islam mulai mengalami kemajuan lantaran ilmu pengetahuan. Islam juga menyebar ke seluruh bumi dan langit dengan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan juga Islam dapat mengetahui kekuasaan Allah, dapat mengungkap rahasia-rahasia_Nya yang tersembunyi. Oleh karena fungsi ilmu ini, kita memuji semua aktifitas orang-orang Islam jika ada hubungannya dengan sains, karena kita bangga telah mengembangkan sesuatu kepada dunia modern.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan merupakan suatu kekuatan. Ia menjadi penentu ketangguhan suatu bangsa maupun pemimpinnya. Imam Syafi'i mengingatkan kita semua melalui sebuah syairnya "Belajarlah karena tidak ada seseorang yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, tidaklah pemilik ilmu itu seperti orang bodoh. Sesungguhnya pemimpin yang besar tetapi tidak memiliki ilmu menjadi kecil apabila diserang oleh pasukan musuh. Dan sesungguhnya pemimpin kecil jika ia memiliki ilmu menjadi besar apabila diserahi kekuasaan"
Oleh karena itu, ilmu terus diperebutkan oleh orang-orang ataupun bangsa yang menyadari nilai gunanya yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Ibarat mutiara kendati di dasar laut pun berusaha diselami terus menerus demi mendapatkannya. Majid Fakhry mengutip pernyatan dalam kitab al-Nafs wal-Ruh, " Dua orang yang tidak pernah terpuaskan yaitu pencari pengetahuan dan pencari dunia". Dengan kata lain, dua orang yang dinilai serakah yaitu pencari pengetahuan dan pencari harta karena mereka tidak pernah berhenti mengejarnya meskipun telah mendapat keduanya.
Akan tetapi dua macam sikap serakah itu memiliki makna yang berlainan. Serakah terhadap ilmu pengetahuan bernilai sangat positif. Sedangkan serakah akan dunia (harta) bernilai sebaliknya. Konon Ali Ibn Abi Thalib pernah menyusun perbedaan antara harta dan ilmu sebanyak 100 macam, dan lebih lanjut Ali menunjukkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai ilmu, sehingga konsentrasi kita agar tercurahkan untuk mendapatkan ilmu tersebut.
Ilmu ternyata memiliki keunikan tertentu; semakin ia didalami dan dipelajari semakin menjadikan bodoh. Imam Syafi'i kembali menghadirkan sebuah syair untuk mengingatkan kita :
"Setiap masa mendidikku, akan menyadari kekurangan akalku. Apabila aku menmbah ilmu ternyata bertambah pula pengetahuan tentang kebodohanku". Maksud syair ini adalah ketika seseorang berupaya keras mendapatkan pengetahuan maka menjadikan orang itu memiliki wawasan yang sangat luas. Namun, dalam waktu yang bersamaan orang tersebut semakin mengetahui celah-celah yang belum diketahui dan belum dikuasainya.
Barangkali lantaran pengalaman seperti digambarkan oleh Imam Syafi'i itulah yang menyebabkan para filosof maupun ilmuwan Islam dahulu pada zaman kejayaan merasa penasaran, dengan senantiasa mengejar dan memperdalam ilmu pengetahuan. Kita perlu belajar dari pengalaman-pengalaman mereka di kalangan para penemunya, sebagai refleksi dari pesan-pesan Islam yang sangat apresiatif terhadap ilmu pengetahuan.

0 Comments